Sabtu, 10 Desember 2011

=-|The Lost Spirit-=|

>Lucas<

Hal pertama yang kulihat saat aku membuka kedua mataku adalah, seberkes cahaya lampu remang-remang yang bergoyang kekiri-dan kekanan. Sebuah meja kayu berdiri dengan kokoh didepanku. Kedua tanganku diikat kebelakang. Aku terduduk tak berdaya diatas sebuah kursi kayu ukiran dengan tubuh yang dibalut tali tambang tebal. Ada apa ini?. Aku mencoba menggerakan tanganku, tapi itu tak ada gunanya. Orang tolol yang mengikatku sangat terampil. Ikatannya kuat sekali.

Krekk......

Samar-samar, kedua mataku melihat pintu besi yang ada di depan meja terbuka. Sesosok pria yang menurutku berumur sekitar 28 tahun berambut hitam cepak memasuki ruangan diikuti dengan seorang wanita yang sedikit lebih muda darinya. Melihat dandanan wanita itu yang memakai dress hitam gothic dan rambut panjang yang dikat dengan gaya ekor kuda. Aku yakin dia adalah seorang summoner dari eleanor.

"Bagaimana tidurmu?," kata pria berambut cepak itu.
Tidur katanya?. Manusia bodoh ini harus diajarkan sopan santun.
"Aku punya satu pertanyaan padamu," katanya pelan sambil berjalan mendekatiku. Tangannya yang berurat mencengkram leherku. "Apa sebenarnya kau ini?"

>THE LOST SPIRIT<


"Hentikan Mondesco!. Dia bisa mati," teriak wanita berambut hitam pekat dengan dress hitam gothic yang membalut tubuhnya.
"Diamlah Frcylia!. Mahluk mengerikan ini pantas mati!" kata pria berambut cepak itu setengah berteriak.
"Iya, tapi tunggu Arnold. Kau janji padanya."
"Heh," Mondesco melepaskan cengkramnya. "Ini belum berakhir!" kata Mondesco menunjuk wajah Lucas.
"Cuih..!" Lucas meludah.
"Heh, kau punya nyali mahluk rendah."
"Mahluk rendah katamu?"
"Ya," Mondesco menatap Lucas yang terikat pada kursi kayu dengan penuh kebencian. "Mata kananmu itu sangat menjijikan. Mengingatkanku pada salah satu mahluk yang menyerang kota tadi sore."
tadi sore? Jam berapa sekarang?. Bagaimana dengan Marry?. Pikir Lucas. Dia mencemaskan anak adopsi semata wayangnya. Mungkinkan orang-orang tolol ini merebut Marry darinya?.
"Marry, dimana dia?" tanya Lucas dengan nada tinggi.
"Siapa?. Anak perempuan yang kau bawa untuk peresembahan pada Lunia?"
pada Lunia?. Orang-orang tolol ini salah paham rupanya. Mereka menangkapku karena melihat mataku. Pikir Lucas.
"Lunia?. Kalian menangkapku karena mata kananku mirip dengan mata para Ghost, iya kan?" tanya Lucas dengan seringai di wajahnya.
"Ya ampun...., mahluk sial ini berpikir seperti itu. Biar kutunjukan sesuatu." kata Mondesco pelan lalu menoleh kearah Frcylia yang berdiri dibelakangnya. "Tolong."
Frcylia menanggukan kepalanya lalu melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari ruangan itu.

*

"Ini dia," Frcylia kembali sembari membawa sebuah cermin berukuran 1mx1m.
"Well, mahluk sial. Akan kutunjukan sesuatu," kata Mondesco tersenyum. Tangan berototnya perlahan mengambil cermin yang ada di Frcylia lalu menaruhnya di depan Lucas yang terikat kuat diatas kursi.
"Nggak, NGGAK!!. NGGAK MUNGKIN!," teriak Lucas.
Matanya melihat kearah cermin. Dia melihat wajahnya sangat pucat seperti mayat. Ruam hitam menyeruak naik dari leher ke wajah tampannya. Dia sekarang tampak seperti salah satu mahluk pemakan daging itu. Yang membedakannya hanya mata kirinya yang berwarna coklat.

Dia tertunduk lemah. Matanya terus menerawang ke lantai. Apa yang akan dikatakan Marry jika melihatku seperti ini?. Pikirnya. Tidak ada yang menggangu pikirannya selain anak perempuan manis itu.

"Terimalah kenyataan. Setidaknya kau punya kelebihan yang tidak dipunyai oleh rasmu yang lain," kata Mondesco menghina.
"Sudahlah, Mondesco. Tugas kita hanya memastikan dia masih hidup," Frcylia memegang bahu Mondesco. "Biarlah Arnold dan profesor Francoli yang mengurusnya."
"Aku tahu," Mondesco memutar tubuhnya membelakangi Lucas. "Setelah ini semua selesai, ingatkan aku untuk membunuhnya."
"Ya..... Ayo," ajak Frcylia.
Frcylia dan Mondesco meninggalkan Lucas terikat sendirian di ruangan itu. Mondesco menenteng cermin tadi dan menatapn Lucas dingin sebelum menutup pintu.

>Amelia<


Cahaya bulan menyapaku. Semilir angin berhembus melewati rambut hitamku. Aku menatap dua bulan yang menatapku dengan lembut. Satu hal yang paling indah saat malam. Satu bulan besar yang berdiri kokoh di langit timur. Temanya yang lebih kecil berada di samping tubuh raksasanya.
Aku terduduk diatas atap restoran menatap mereka dalam diam mengagumi keindahan langit dimalam hari.

Aku langsung kesini setelah menenangkan dan menidurkan anak perempuan manis itu. Marry, nama yang indah. Tapi, aku tak habis pikir. Kenapa dia bisa bersama dengan mahluk seperti itu?. Dan, dia memanggilnya dengan sebutan papa. Apa benar Marry itu anaknya?. Hah...., andai kau disini, CJ. Ada banyak hal yang ingin kuceritakan sekarang. Dan..., aku butuh tawa gilamu, tarian konyol itu dan yang paling penting. Aku butuh senyuman hangat yang keluar setiap kali kau menatap mataku dengan lembut.
"Ehm...,"
eh, siapa?.
Aku melihat orang yang berehm ria di sampingku.

=>T.B.C

Sumber: http://m.facebook.com/note.php?note_id=247726915287623&refid=22
thanks to: Yogi Pratama Scot Kenedy

-|The Lost Spirit|-

>*Lucas*<


Ghost, mereka muncul di saat yang tidak tepat.

Jduar.....!!

Aku mendengar suara tembakan yang---kuyakin berasal dari senapan Shotgun semi otomatis. Tapi, siapa yang menembakannya??
"Diatas...!!!" teriak seorang waiter berambut pendek dan temanya berambut merah maroon.
Kepalaku mendongak keatas. Dan mataku langsung disuguhi pemandangan yang tidak mengenakan dari sesosok Ghost yang menyerupai anak laki-laki botak berumur tujuh tahun yang menempel di langit-langit restoran. Bola matanya yang berwarna kuning menatap kearahku dengan tatapan membunuh. Mahluk itu melompat kearahku.

Bruakk....!!!

Aku melayangkan pukulan kearah Ghost yang berbentuk anak kecil itu dengan kaki meja yang kupatahkan tadi. Pukulanku mendarat telak di wajahnya dan membuatnya terpental kearah timur.
"Papa!!!" teriak Marry.
tangisannya menjadi-jadi. Sial...!!, aku bisa mati jika terus seperti ini. Senjataku tidak memadai untuk bertahan dari serangan gerombolan Ghost yang mulai memasuki pintu dan jendela. Dan lagi kedua wanita yang ada di depanku hanya terdiam ketakutan.

Jduar!! Jduar!!
"AMEL!!!" teriak seseorang dari depan pintu restoran.
Aku membalikan badanku. Mata kiriku melihat seorang laki-laki berkulit hitam berkepala botak berlari-lari kecil sambil menenteng sebuah shotgun kearahku. Pria yang berumur sekitar 30 tahunan itu mengenakan singlet hitam polos dan celana panjang loreng-loreng.
"Om, Om Lucious...!!" teriak wanita berambut merah maroon itu sambil melambai-lambaikan tanganya.
"Fiona!!" teriak pria botak itu.

Jduar!! Jduar!!.

Dia melontarkan dua tembakan kearah Ghost berbentuk wanita berambut panjang yang terbang kearahnya. Dan tembakannya menghancurkan kepala kedua mahluk mengerikan itu.
"Om!!, Om!!" teriak wanita yang kuketahui bernama Fiona itu. "Amel, ayo kita pergi," kata Fiona sambil menarik lengan Amel.
Marry, aku tidak bisa terus berada di disini, terlalu berbahaya. Dan lagi, Ghost yang tadi menyerangku membuktikan bahwa aku dalam bahaya.

>***<
1. Biasanya Ghost yang bertemu denganku hanya lewat tidak memperdulikanku. Tapi, kali ini beda. Entah apa yang salah.

>***<

Langkah kecil Amel dan Fiona melewatiku yang tengah berpikir diam di tempat. Lalu tangan kekarku mengangkat tubuh mungil Marry dan menaruhnya dibahuku. Tidak ada cara lain yang bisa kugunakan selain ini. Satu-satunya yang bisa kulakukan sekarang hanya mengikuti kedua wanita ini dan berharap mereka membawaku ketempat yang lebih baik.
"Cepat!!" teriak pria botak itu sambil mengulurkan tangan kanannya.

Bruakk...!!


Kami berhenti tiba-tiba saat sesuatu menerkam pria botak itu dari belakang dan membuat tubuh tangguhnya terjembab dilantai. Punggung berototnya menjadi santapan para Ghost yang lapar.
"OM.....!!!!!" teriak Fiona.

Pria malang itu tidak berdaya saat sekawanan Ghost yang berbentuk wanita berambut panjang dengan gaun compang camping menggrogoti punggungnya. Aku mengalihkan pandanganku kearah Marry lalu menutup matanya. Anak ini terlalu muda untuk melihat ini semua.

"O... O.. Om Lucious," kata Amel pelan.

Bagaimana ini?. Pintu depan di penuhi Ghost lapar yang sedang menyantap Lucious. Ah..!!. Pasti tempat ini ada pintu belakang.
"Hei!!, kau," kataku ke Amel.
Tak ada respon.
Para wanita ini terlalu sibuk dalam sebuah perasaan yang menyedihkan. Ayolah...., pasti ada alternatif lain disini. Para Ghost itu tidak memerlukan waktu lama untuk menghabiskan pria botak itu. Dan lagi, tempat kami terlalu terbuka. Di sisi kiri dan kanan, aku dapat melihat jendela dengan kaca yang bolong. Berpikir!!, ayo berpikir!!. Ah...., aku tidak bisa berpikir jika Marry terus menangis dan dengan satu mata yang tertutup.
"Akh...!!" rintihku. Aku menutup mata kananku yang diperban.
Kenapa lagi ini?. Mata kananku serasa ditusuk-tusuk. Dan, telapak tangan yang kugunakan untuk menutup mataku yang sakit basah. Cairan apa ini?.
Darah........
Tiba-tiba tubuhku melemah. Kakiku tidak kuat lagi menahan beban yang ada di bahuku. Pengelihatanku menjadi kabur.

>THE LOST SPIRIT<

Tubuh Lucas tak berdaya lagi untuk menahan tubuhnya dan Marry.

Brukk...!!

Dia terduduk dilantai. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, perlahan Lucas menurunka Marry dari bahunya. Tangan kirinya memegang pipi anak adopsinya itu. Lalu bibir manisnya menyunggingkan senyuman hangat sebelum kesadarannya hilang.

WUIEAKK......!!!

Tiba-tiba Lucas berteriak pilu. Seluruh tubuhnya menegang. Urat-urat lehernya menegang. Amel dan Fiona menoleh kearah Lucas. Mereka berdua menutup telinga. Teriakan itu begitu nyaring, Marry yang berada didepan Lucas ikut menutup telinganya sambil terus menangis.

Sekawanan Ghost yang tadi sibuk berkutat pada tubuh Lucious kini melihat kearah Lucas dengan tatapan sedih. Para kawanan Ghost itu pergi dengan terburu-buru. Meninggalkan bercak darah dimana-mana.

Brakk!!!

Teriakan Lucas berhenti dan tubuhnya terhempas ke lantai. Darah segar mengalir di balik perban yang membalut mata kanannya.
=>T.B.C

Sumber: http://m.facebook.com/note.php?note_id=247149158678732&refid=22
Thanks to:   Yogi Pratama Scot Kenedy

|-The Lost Spirit-|

2

Smilir angin berhembus melalui celah-celah ventilasi. Panggung dengan bermacam alat musik berdiri kokoh didepan puluhan meja kosong yang tertata dengan sangat anggun dan rapi. Sesosok wanita cantik berumur 22 tahun dengan rambut hitam pendek tengah mengelap meja-meja kosong yang ada di depannya. Dia tampak begitu menawan dalam balutan t-shirt biru yang di lapisi rompi seorang waiter dan celana jeans hitam yang membukus kaki jenjangnya.

"Huh.....," wanita itu menghembuskan nafas perlahan lalu mengelap keringat yang mengalir di keningnya. Sudah mulai sepi. Pikirnya. Dia melirik kearah jam tangan yang terbalut indah di pergelangan tangannya yang mungil. Jam lima sore. Pantas. Pikirnya lagi.

Kringg.....

Suara dari pintu masuk mengalihkan perhatiannya. Dia berdiri lalu memandang pintu yang mulai terbuka itu lekat-lekat. Seorang pria berumur sekitar 24 tahun dengan rambut hitam lebat berjaket kulit hitam, masuk kedalam restoran diikuti dengan seorang gadis cantik dengan dress biru bercorak bunga mawar. Kedua orang itu duduk di meja yang berada paling ujung dekat jendela. Pria itu membuka buku menu yang ada diatas meja.

"Marry mau makan apa?" tanya pria itu. Mata kirinya terus melihat-lihat deretan menu yang ada di dalam daftar.
"Nasi goreng!!" seru Marry.
"Ok. permisi, mba," kata Pria itu mengangkat tangannya.
Wanita berambut pendek yang tengah mengelap meja tadi menghampiri mereka. Dia mengeluarkan pena dan sebuah nota.
"Mau pesan apa tuan," tanya wanita itu.
"Nasi goreng dua dan......, Marry mau minum apa?" tanya Lucas ramah.
"Air.....!"
"Air apa sayang?" tanya Lucas sambil mencubit pipi Marry dengan gemas.
"Ih..., sakit," rintih Marry. Tangannya melepaskan cubitan Lucas.
"Jadi?"
"Terserah papa aja deh."
"Ok, jus Jeruknya dua mba," kata Lucas santai.
"Nasi goreng dua, sama jus jeruknya juga dua," Kata waiter itu sambil mencatat pesanan. "Ada lagi, tuan?"
"Itu saja."
waiter itu menanggukan kepala berlalu dari tempatnya berdiri.

>Amelia<

Anak dan ayah yang akrab. Tapi, ada satu pertanyaan yang menghinggapi pikiranku. Kenapa pria itu menutupi mata kanannya dengan perban?. Apa matanya luka ya?.
"PESANAN DATANG!!" teriak seorang cewek berambut merah maroon. Lesung pipi menyembul keluar saat bibir manisnya tersenyum.
"Jangan teriak-teriak!!" kataku sambil menutup kedua telingaku.
Hah..... Anak hiperaktif yang teriak-teriak nggak jelas ini, namanya Fiona. Dia teman satu timku waktu di mactro.
"Iya... Iya, maaf," katanya sambil senyum. "Habis, kamu melamun sih."
"Iya, maaf. Mana pesanannya?"
"Ini," katanya sambil menyodorkan nampan yang diatasnya tertata dua nasi goreng dan dua jus jeruk.
"Hn....," kataku sambil mengambil nampan itu, lalu kakiku melangkah perlahan menuju para pelangganku yang memesan tadi.

Aku berhenti perlahan di samping meja seorang laki-laki berumur sekitar 25 tahun dan seorang anak perempuan yang menurutku berumur sekitar enam tahun itu. Tanganku perlahan menaruh piring berisi nasi goreng dan gelas berisi jus jeruk dengan perlahan.
"Selamat menikmati," kataku ramah.
Aku memandang wajah pria yang ada di depanku lekat-lekat. Hm....., lumayan ganteng. Eh, argh..... Nggak, nggak. Aku nggak boleh naksir sama dia. Satu-satunya orang yang kucintai cuma CJ. Walaupun orangnya sudah pergi meninggalkanku selamanya.
"Ehm....," kata pria itu ber ehm ria.
"Eh, minum tuan kalau serek tenggorokannya."
pria itu melihatku dengan tatapan sinis.
Bodoh.!!. Kok aku ngomong kayak gitu sama pelanggan. Ah......, udah jelas-jelas dia risih waktu ngeliat aku ngelamun sambil melihat wajahnya. Bodoh.. Bodoh..!
"Eh..., maap tuan," kataku lalu pergi dari tempat itu.

Hadeh......., malu-maluin aja. Baru kali ini aku ngomong kayak gitu ke pelanggan. Ya......, walaupun ini restoran milik istri kakakku, tapi kan nggak enak kalau dia melihat kinerjaku yang kayak tadi.

WEAK....! WEAK..! WEAK...!

Eh, suara apa itu?. Aneh banget.
"TOLONG!!.... TOLONG!!....," Teriak seseorang dari luar restoran. Teriakan minta tolong di ikuti oleh jeritan-jeritan pilu yang berasal dari luar restoran.
Bruakk....!!
Fiona membuka pintu dapur dengan kasar.
"Ada apa?" tanyanya.
"Nggak tahu," jawabku singkat.
Emang ada apa sih diluar.
"Ayo kita lihat," Kata Fiona menarik tanganku.

CTARR....!!

Tiba-tiba kaca yang ada di dekat pintu depan restoran pecah. dan sesosok mahluk berbentuk wanita berambut panjang berwajah pucat dengan gaun putih compang camping-- menyeruak masuk.
"A.... A... Apa itu?" kata Fiona gugup.
Mahluk itu masuk dengan diikuti kawanannya yang lain. Mereka terbang kearah kami dengan mulut menganga.

Bruakk.......!

Pria dengan mata kanan yang di perban tadi, memukul mahluk terbang yang mengarah ke arah kami.
"Hosh.... Hosh.... Ghost," kata pria itu sambil memegang kaki meja.
Di.... Di... Dia mematahkan kaki meja untuk menjadikannya pukulan.
"Papa.. Hiks... Hiks..," rintih anak perempuan yang kutahu bernama Marry itu.
Jduar.....!!
Suara tembakan.

>T.B.C

sumber: http://m.facebook.com/note.php?note_id=246136302113351&refid=12&_rdr#246649865395328

thanks to: Yogi Pratama Scot Kenedy